Istana Pagaruyung |
Kerajaan Pagaruyung
adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatera Barat
sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo
yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari yang bernama
Pagaruyung, dan juga dapat dirujuk dari inskripsi cap mohor Sultan Tangkal
Alam Bagagar dari Pagaruyung, yaitu pada tulisan beraksara Jawi dalam lingkaran
bagian dalam yang berbunyi sebagai berikut: Sultan Tangkal Alam Bagagar ibnu
Sultan Khalifatullah yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Darul Qadar Johan Berdaulat Zillullah fīl 'Alam. Kerajaan ini runtuh pada
masa Perang Paderi, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan
pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam
pengawasan Belanda.
Sebelumnya kerajaan ini
tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa
disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai
penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk pula di dalam Malayapura
adalah kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan
Adityawarman lainnya.
Munculnya nama Pagaruyung
sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang
diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari
setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap Adityawarman
sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas
menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh
Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di
negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran
dari Prasasti Batusangkar.
Dari manuskrip yang dipahat
kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada
tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayupura,
Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada
Prasasti Kubu Rajo dan anak dari Dara Jingga putri dari kerajaan Dharmasraya
seperti yang disebut dalam Paraton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah
Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembang, pada masa pemerintahannya
kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman
Minangkabau.
Dari Prasasti Saruaso yang
beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan
untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang
sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja
sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan Adat Minangkabau, pewarisan
dari mamak (paman) kepada kamanakan (kemenakan) telah terjadi
pada masa tersebut. Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut
terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara Nagari atau Tamil, sehingga
dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan India dalam jumlah
yang signifikan pada kawasan tersebut.
Adityawarman pada awalnya
dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta
sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit. Namun dari
prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang
menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan bhumi jawa dan kemudian dari
berita Cina diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Cina sebanyak 6
kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.
Setelah meninggalnya
Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk
menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409. Legenda-legenda Minangkabau mencatat
pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah Padang Sibusuk. Konon
daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan
di sana. Menurut legenda tersebut tentara Jawa berhasil dikalahkan.
Sebelum kerajaan ini berdiri,
sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik
semacam konfederasi, yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan
Luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam
perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).
0 komentar:
Posting Komentar